selamat datang ^^

surabaya, east java, Indonesia

Senin, 06 Mei 2013

askep Guillain Bare syndrome-presentasi

Hasil tugas kelompok asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Guillain Bare Syndrome

jika berkenan, sila download, this link i give to u..


askep HIV

hasil penugasan asuhan keperawatan pada klien dengan HIV.. Jika berkenan sila download this link..

http://www.4shared.com/file/POZMhucQ/hiv_penugasan_akhir_fix.html?

askep komunitas lansia


MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS II
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK KHUSUS LANSIA
DI PANTI SOSIAL TRESNA WHERDA PANDAAN


Oleh:
Kelompok 10 ( S1-3A )
1.      Diana Yuli Utami                       (101.0023)
2.      Elly Elvira                                  (101.0035)
3.      Ghora Kertapati                         (101.0047)
4.      Henny Enarotalis                        (101.0049)
5.      Lailiyah Indri Eka Damayanti      (101.0057)
6.      Yanis Citra Karisma                   (101.0117)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2012




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia. 
Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. 
Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia. 
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun). 
Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993 mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang.
Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing (gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial.

1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II
b. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia di Panti.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengenal masalah kesehatan lansia.
b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
c. Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia yang berada di panti.
d. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia.
e. Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).



1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan yang muncul pada lansia.
b. Mahasiswa dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia yang berada di panti.
c. Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia yang berada di panti.

























BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)

2.2 Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

2.3 Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

2.4 Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.

2.5 Mitos dan Stereotip Seputar Lanjut Usia
Menurut Sheiera Saul, 1974 mitos-mitos seputar lansia antara lain sebagai berikut:
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja, dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit.
2. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa para lansia itu tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, kembali ke masa kanak-kanak, sulit berubah, keras kepala, dan cerewet. Kenyataannya, tidak semua lansia bersikap dan mempunyai pemikiran demikian.
3. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya, tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.
4. Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.
5. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
6. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat, dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang. Kenyataannya, kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergairah, hal ini dibuktikan dengan banyaknya lansia yang ditinggal mati oleh pasangannya, namun masih ada rencana untuk menikah lagi.
7. Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi. Kenyataannya, banyak para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan produktivitas mental maupun material.

Mitos-mitos di atas harus disadari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya.

2.6 Teori Proses Penuaan
Sebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang dengan usia berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, tidak ada satu factor pun ditemukan untuk mencegah proses penuaan.
2.6.1 Teori-Teori Biologi
a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
b. Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan mengganggu sel itu sendiri.
d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
e. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
f. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun (menurut Goldteris dan Brocklehurst).
g. Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
h. Teori Stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
i. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan proton. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
j. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
k. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2.6.2 Teori Kejiwaan Sosial
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
3) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliknya.
c. Teori Pembebasan (Didengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu oleh Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepsakan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yakni:
1) Kehilangan peran (Loss of Role)
2) Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)
3) Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and Values)

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan
R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi penuaan adalah sebagai berikut:
1. Hereditas (Keturunan/Genetik)
2. Nutrisi (Asupan Makanan)
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stress

2.8 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i. Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
k. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
3. Perubahan Psikososial
a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif.
b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi.
d. Sadar akan datangnya kematian.
e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
g. Penyakit kronis.
h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
i. Gangguan syaraf panca indra.
j. Gizi
k. Kehilangan teman dan keluarga.
l. Berkurangnya kekuatan fisik.

2.9 Permasalahan pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42):
1. Permasalahan Umum
a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan lansia.
e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan Khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lansia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.

2.10 Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia
Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:
a. Depresi Mental
b. Gangguan Pendengaran
c. Bronkitis Kronis
d. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
e. Gangguan pada koksa/sendi panggul
f. Anemia
g. Demensia

Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya bila diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.

2.11 Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti dan Terapi Modalitas
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dip anti agar mereka dapat hidup layak.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dip anti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti.
2) Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dip anti dalam memelihara kesehatan diri sendiri.
3) Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia di panti.
2. Sasaran
a. Sasaran Umum
1) Pengelola dan petugas penghuni panti
2) Keluarga lansia
3) Masyarakat luas
4) Instansi dan organisasi terkait
b. Sasaran Khusus
Lansia penghuni panti
3. Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
a. Upaya Promotif
Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:
1) Masalah gizi dan diet
a) Cara mengukur keadaan gizi lansia.
b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.
c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.
d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti.
e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti.
f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.
2) Perawatan dasar kesehatan
Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia
a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.
b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.
c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.
d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di luar panti.
3) Keperawatan kasus darurat
a) Mengenal kasus darurat.
b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.
4) Mengenal kasus gangguan jiwa
a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.
b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.
5) Olah raga
a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.
b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.
c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.
6) Teknik-teknik berkomunikasi
a) Bimbingan rohani.
b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.
c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti.
d) Rekreasi.
e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.
f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.
b. Upaya Preventif
Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:
1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodic atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.
2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing.
5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing-masing.
6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.
8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal. 
c. Upaya Kuratif
Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:
1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
2) Pengobatan jalan di puskesmas.
3) Perawatan dietetik.
4) Perawatan kesehatan jiwa.
5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
6) Perawatan kesehatan mata.
7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.
8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.
d. Upaya Rehabilitatif
Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).

Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik dari pada di panti.
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.
10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001) adalah sebagai berikut:
1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).
2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).
4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).
5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial assistance).
6) Transportasi umum (facilities for public transportations).
7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations).
8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).
9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).
10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).
4. Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.
a. Tujuan
1) Mengisi waktu luang bagi lansia.
2) Meningkatkan kesehatan lansia.
3) Meningkatkan produktivitas lansia.
4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.
b. Jenis Kegiatan
1) Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
3) Terapi musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu.
4) Terapi berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang.
5) Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang.
6) Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
7) Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat, mengisi TTS, dan lain-lain.
8) Life review terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya.
9) Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan.
10) Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain.





























BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Gambaran Panti Sosial Tresna Werdha
Dalam kehidupan dewasa ini jumlah lanjut usia akan semakin banyak, itu semua disebabkan karena adanya peningkatan kualitas hidup maka dari itu para lanjut usia wajib mendapatkan perlindungan, perawatan, kesejahteraan dan juga pendidikan yang layak dan sesuai dengan keadaan lanjut usia, terutama bagi lansia yang terlantar. Wujud nyata tindakan tersebut adalah dengan dibangunnya panti-panti sosial bagi lansia yang bertujuan untuk melindungi, merawat, mensejahterakan serta mendidik usia lanjut.

3.1.1 Identitas Panti Sosial Tresna Werdha
Panti Sosial Tresna Werdha adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi para lansia, sehingga mereka dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

3.1.2 Sejarah Berdirinya Panti Sosial Tresna Werdha
Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan didirikan pada tanggal 1 Oktober 1979 dengan nama Sasana Tresna Werdha (STW) “Sejahtera” Pandaan yang mula-mula berkapasitas 30 orang, dan pada tanggal 17 Mei 1982 oleh Menteri Sosial Bapak Saparjo diresmikan pemakaiannya berdasarkan KEP. MENSOS RI NO. 32/HUK/KEP/VI/82 dengan kapasitas tampung 110 orang dan menempati area seluas 16.454 m2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Selatan : Dusun Klampok
Sebelah Utara : Dusun Tengger
Sebelah Timur : Dusun Sukun
Sebelah Barat : Dusun Rajeg 
Pada tahun 1994 mengalami pembakuan penamaan UPT Pusat/Panti/Sasana dilingkungan Departemen Sosial sesuai SK Mensos RI. No. 14/HUK/1994 dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha “Sejahtera” Pandaan. Melalui SK Mensos RI No. 8/HUK/1998 ditetapkan termasuk kategori panti percontohan tingkat Provinsi dengan kapasitas tampung 110 orang Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan, merupakan unit pelaksana teknis Dinas sosial Provinsi Jawa Timur. Dengan keluarnya Perda No. 14 th 2002 yang merubah Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial yang berisi bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan berubah menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan-Bangkalan yang merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

3.1.3 Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Maksud didirikannya panti sosial tresna werdha adalah untuk memberikan pelayanan bagi para lanjut usia yang terlantar dalam memenuhi kebutuhan hidup secara bio, psiko, sosial, dan spiritual.
b. Tujuan
1. Terpenuhinya kebutuhan biologis atau jasmani yang meliputi:
a) Kebutuhan pokok hidup seperti sandang, pangan dan papan.
b) Pemeliharaan kesehatan bagi lansia.
c) Kebutuhan rekreatif untuk mengisi waktu luang.
2. Terpenuhinya kebutuhan psikologis yang meliputi:
a) Kebutuhan kasih sayang.
b) Kebutuhan rasa aman.
c) Kebutuhan untuk rasa ketenangan.
d) Peningkatan semangat hidup.
e) Peningkatan rasa percaya diri.
3. Terpenuhinya kebutuhan sosial yang meliputi:
a) Terpenuhinya kebutuhan sosial terutama bimbingan sosial antar penghuni wisma yang lain.
b) Terpenuhinya kebutuhan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
c) Terpenuhinya kebutuhan untuk ikut bergabung dalam kegiatan lansia.
d) Terpenuhinya kebutuhan untuk dihargai dari orang lain.
4. Terpenuhinya kebutuhan spiritual yang meliputi: 
a. Kebutuhan untuk beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
b. Kebutuhan untuk menerima siraman rohani sesuai dengan agamanya masing-masing.

3.1.4 Fungsi Panti Sosial Tresna Werdha
a. Sebagai pusat pemberi pelayanan bagi kesejahteraan lanjut usia.
b. Sebagai pusat informasi dan konsultasi masalah lanjut usia.
c. Sebagai pusat pengembangan kesejahteraan sosial.






















3.1.5 Prosedur Pelayanan Panti Sosial Tresna Werdha






























3.1.6 Sarana dan Prasarana Panti 
1. Bangunan
Panti Sosial Tresna Werdha didirikan diatas tanah seluas 16.960 m2, tanah tersebut terbagi menjadi dua yaitu untuk perumahan dan untuk tempat pemakaman. Tanah untuk perumahan terbagi atas:
a. Gedung wisma sebanyak 11 wisma meliputi wisma cendana, seruni, kenanga, mawar, melati, kemuning, teratai, dahlia, flamboyan. Gedung tersebut dibangun diatas tanah seluas 1320 m2. Wisma-wisma ini memiliki fasilitas diantaranya ruang tamu, kamar tidur, ruang rekreasi, dapur, dan kamar mandi.
1. Gedung kantor seluas 210 m2
2. Gedung lokal kerja 70 m2
3. Musholla seluas 160 m2
4. Dapur umum seluas 160 m2
5. Aula seluas 160 m2
6. Pos satpam seluas 6 m2
7. Rumah dinas tipe 50
8. Rumah dinas tipe 36
b. Sarana air bersih 
Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang terletak dibelakang wisma dan bantuan air dari perusahaan air minum Vivi.
c. Jamban keluarga
Setiap wisma minimal memiliki 1 kamar mandi, dan setiap wisma mempunyai septic tank sendiri dimana septic tank ini tidak terhubung antar yang satu dengan yang lainnya.
d. Sarana pembuangan air limbah
Setiap wisma terdapat sarana pembuangan air limbah yang dialirkan sampai ke tempat pembuangan limbah akhir.
e. Sarana ibadah setiap wisma
Panti Sosial Tresna Werdha memiliki satu musholla yang terletak disebelah barat panti.
f. Kebun dan kolam
Dibelakang panti terdapat kebun dan kolam ikan.

3.1.7 Hubungan Lintas Program dan Lintas Sektoral
1. Lintas Program
Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi ada juga kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama, bimbingan mental agama yang ada di wisma-wisma, dengan Debdikbud untuk pengadaan kegiatan dan lain sebagainya.
2. Lintas Sektoral
Panti bekerjasama dengan RSUD Sidoarjo, RSU Malang, Puskesmas Pandaan, RSU Bangil, Pemda setempat.

3.1.8 Persyaratan Masuk Panti Sosial Tresna Werdha
1. Lansia umur 60 tahun ke atas.
2. Terlantar sosial dan ekonominya.
3. Tidak ada yang menanggung kelangsungan hidupnya.
4. Atas kemauan sendiri atau dipaksa.
5. Tidak mempunyai penyakit menular/kronis yang membahayakan orang lain.
6. Surat keterangan RT/RW.
7. Surat rekomendasi dari kantor sosial kabupaten atau kota setempat.
8. Surat keterangan sehat dari puskesmas setempat.
9. Lulus seleksi dari petugas panti dan mengisi formulir yang disediakan oleh panti.

3.1.9 Distribusi Pendanaan
Seluruh dana kegiatan yang diadakan di Panti berasal dari APBD/Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur.




3.2 Pengkajian
3.2.1 Data Demografi
1. Umur

Analisa data
Berdasarkan kriteria umur menurut World Health Organization (WHO), lansia terbanyak yang menghuni wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah dari kelompok umur 75-90 tahun yang termasuk yaitu dalam kategori lanjut usia tua (old) dengan prosentase 47,2%. 

2. Jenis kelamin



Analisa data 
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa lansia terbanyak yang menghuni wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah perempuan dengan prosentase 72%. 

3. Status perkawinan

Analisa Data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa status perkawinan terbanyak di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah janda dengan prosentase 63,8%.

4. Tingkat Pendidikan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan terbanyak di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah sekolah dasar dengan prosentase 52,8%. 

5. Agama 

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa Agama yang dianut oleh lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah Islam dengan prosentase 88,8%. 

3.2.2 Kebiasaan sehari-hari 
1. Pola makan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan pola makan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 3 kali/hari dengan prosentase 94,6 %. Sebagian klien ada yang makan 1-2 kali/hari karena faktor spiritual (kepercayaan) seperti : puasa.


2. Pola minum 

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola minum pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah >5 kali/hari dengan prosentase 38,9 %.

3. Pola mandi 

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola mandi pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2 kali/hari dengan prosentase 66,7%.


4. Pola keramas 

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola keramas pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1 kali/minggu dengan prosentase 66,7%.

5. Pola gosok gigi

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola gosok gigi pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2 kali/hari dengan prosentase 66,7%.


6. Pola memotong kuku

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola memotong kuku pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1 kali/minggu dengan prosentase 75%.

7. Pola ganti pakaian

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola ganti pakaian pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1 dan 2 kali/hari dengan prosentase sama yaitu 50%.





8. Pola mencuci pakaian

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola mencuci pakaian pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2-3 kali/minggu dengan prosentase 58,3%.

9. Pola berhias

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola berhias pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah berhias dengan prosentase 83,3%.


3.2.3 Pola aktivitas
1. Istirahat dan tidur

Analisa data 
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola aktivitas (istirahat dan tidur) pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah tidak terganggu dengan prosentase 80,6%.

2. Kegiatan panti (keagamaan)

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keagamaan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 55,6%.

3. Kegiatan keterampilan dan kesenian

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keterampilan dan kesenian pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak  adalah tidak mengikuti dengan prosentase 55,6% dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu adanya cacat fisik, kurangnya minat untuk mengikuti kegiatan dan dan tempat jauh dari wisma.

4. Kegiatan bimbingan sosial 

Analisa data 
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan bimbingan sosial pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 52,8 % dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu cacat fisik, kurangnya minat untuk mengikuti kegiatan dan tempat jauh dari wisma. 
5. Kegiatan Senam Tera

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan senam Tera pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 61% dikarenakan kurangnya minat, kurangnya kesadaran, kurangnya informasi tentang kesehatan dan kecacatan fisik.

6. Kegiatan Pertanian,Perikanan, dan Perkebunan

Analisa data 
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertanian dan perkebunan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 80,6 %.

7. Kegiatan kebersihan lingkungan 

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan kebersihan lingkungan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah mengikuti dengan prosentase 58,3%.

8. Kebiasaan yang merugikan kesehatan

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan yang merugikan kesehatan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak ada kegiatan yang merugikan kesehatan dengan prosentase 86,1%.

9. Kegiatan membersihkan rumah/kamar

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan rumah/kamar pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah 2 kali/hari dengan prosentase 96,8 %.

10. Kegiatan membersihkan kamar mandi 

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan kamar mandi pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak pernah membersihkan kamar mandi dengan prosentase 52,8 % dikarenakan sebagian dari wisma telah membagi tugas pada masing-masing lansianya pada kegiatan lain-lain.
11. Kegiatan membersihkan selokan 

Analisa data
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan selokan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak pernah membersihkan selokan dengan prosentase 100 % dikarenakan banyaknya selokan yang sudah rusak dan sebagian Wisma tidak memiliki selokan.

3.3 Data Subsistem
3.3.1 Lingkungan
Panti Sosial Tresna Werdha didirikan dengan kapasitas tampung 110 orang dan menempati area seluas 16.960 m2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Selatan : Dusun Klampok
Sebelah Utara : Dusun Tengger
Sebelah Timur : Dusun Sukun
Sebelah Barat : Dusun Rajeg 
Panti Sosial Tresna Werdha didirikan diatas tanah seluas 16.960 m2, tanah tersebut terbagi menjadi dua yaitu untuk perumahan dan untuk tempat pemakaman. Tanah untuk perumahan terbagi atas: Gedung wisma sebanyak 11 wisma meliputi wisma cendana, seruni, kenanga, mawar, melati, kemuning, teratai, dahlia, flamboyan. Gedung tersebut dibangun diatas tanah seluas 1320 m2. Wisma-wisma ini memiliki fasilitas diantaranya ruang tamu, kamar tidur, ruang rekreasi, dapur, dan kamar mandi. Gedung kantor seluas 210 m2. Gedung lokal kerja 70 m2. Musholla seluas 160 m2. Dapur umum seluas 160 m2. Aula seluas 160 m2. Pos satpam seluas 6 m2. Rumah dinas tipe 50. Rumah dinas tipe 36.
Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang terletak dibelakang wisma dan bantuan air dari perusahaan air minum Vivi. Setiap wisma minimal memiliki 1 kamar mandi, dan setiap wisma mempunyai septic tank sendiri dimana septic tank ini tidak terhubung antar yang satu dengan yang lainnya. Setiap wisma terdapat sarana pembuangan air limbah yang dialirkan sampai ke tempat pembuangan limbah akhir. Panti Sosial Tresna Werdha memiliki satu musholla yang terletak disebelah barat panti. Dibelakang panti terdapat kebun dan kolam ikan.

3.3.2 Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Panti Sosial Tresna Werdha adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi para lansia, sehingga mereka dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.
Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi ada juga kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama, bimbingan mental agama yang ada di wisma-wisma, dengan Debdikbud untuk pengadaan kegiatan dan lain sebagainya. Selain itu, panti bekerjasama dengan RSUD Sidoarjo, RSU Malang, Puskesmas Pandaan, RSU Bangil, Pemda setempat untuk menunjang kondisi kesehatan para lansia.

3.3.3 Ekonomi
Seluruh dana kegiatan yang diadakan di Panti berasal dari APBD/Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

3.3.4 Transportasi dan Keamanan
Untuk kegiatan di dalam panti biasanya para lansia hanya berjalan kaki untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Panti juga menyediakan kendaraan berupa mobil untuk keadaan darurat, misalnya keadaan dimana lansia harus segera mendapat penanganan di rumah sakit. Selain itu, masing-masing wisma juga dijaga oleh tenaga keamanan yang diperkerjakan di panti tersebut.

3.3.5 Politik dan Pemerintahan
Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang memiliki struktur organisasi sesuai dengan Perda Provinsi Jawa Timur No. 14 Tahun 2002 yang terdiri dari: Kepala Panti, Kelompok Jabatan Fungsional, Ka. Sub. Bagian Tata Usaha, Ka. Sie Unit Pelayanan Sosial Pandaan dan Bangkalan. Panti Sosial Tresna Werdha juga memiliki prosedur pelayanan yang sistemastis untuk mencapai lansia yang sejahtera. Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan memiliki 33 pegawai yang memiliki peran dan fungsinya masing-masing.

3.3.6 Komunikasi
Panti Sosial Tresna Werdha memiliki fasilitas ruang tamu dan aula yang biasa dimanfaatkan oleh para lansia untuk berkumpul dan melakukan aktivitas sehari-hari.

3.3.7 Pendidikan
Dalam Panti Sosial Tresna Werdha, para lansia banyak sekali difasilitasi dengan berbagai kegiatan yang meliputi kegiatan keagamaan, ketrampilan dan kesenian, bimbingan sosial serta senam tera yang bertujuan untuk menjaga kebugaran para lansia.

3.3.8 Rekreasi
Para lansia biasa mengisi waktunya dengan berbagai aktivitas yang diselenggarakan oleh panti. Di sela-sela aktivitas biasanya mereka mengobrol, membaca koran atau sekedar menonton TV di dalam ruangan rekreasi yang disediakan sebagai fasilitas panti. Selain itu lansia juga bisa berjalan-jalan di kebun belakang panti dan disana terdapat kolam ikan yang bisa digunakan untuk memancing.




3.4 Analisa Data
No Data Masalah
1. Data Subyektif
Banyak lansia di wisma binaan mengatakan bahwa di lingkungan wisma banyak yang malas mandi dan merapikan tempat tidur sehingga baunya kurang sedap.

Data Objektif :
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan lansia yang tidak mencuci pakaian sebanyak 5,6%, lansia yang tidak mencuci rambut sebanyak 8,3% dan yang mandi 1x sebanyak 11,1% serta lansia yang tidak berhias sebanyak 22,7%.
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan lansia yang tidak pernah membersihkan kamar sebanyak 13,9% dan 69,6% lansia tidak pernah membersihkan kamar mandi.  
Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan
2. Data Subjektif
Banyak lansia mengatakan malas untuk mengikuti senam tera

Data Objektif :
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa 61% lansia tidak mengikuti senam tera.
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa 8,3% lansia merokok.
Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa lansia yang makan 1 kali/hari sebanyak 2,7% dan 2 kali/hari sebanyak 2,7%
Risiko penurunan derajat kesehatan





























3.5 Kriteria Penapisan


Diagnosa
Keperawatan
Komunitas. Kriteria Penapisan
Sesuai dengan peran perawat komunitas Jumlah yang berisiko Besarnya risiko Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan Minat masyarakat Kemungkinan untuk diatasi Sesuai dengan program pemerintah Tersedia Sumber
Sumber daya tempat Sumber daya waktu Sumber daya dana Sumber daya peralatan Sumber daya orang Jumlah Skor
Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan 5 5 5 3 3 4 5 5 5 5 5 5 55
Risiko penurunan derajat kesehatan 5 5 4 3 3 4 5 5 5 5 5 5 54
Keterangan
Skore         0-5
0 : Paling rendah
1 : rendah
2 : sedang
3 : cukup
4 : tinggi
5: Paling tinggi

3.6 Prioritas Masalah
1. Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan.
2. Risiko penurunan derajat kesehatan

3.7 Rencana Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi Tanggal/ Waktu Tempat Penanggung Jawab Sasaran Evaluasi
Jangka Panjang Jangka Pendek Proses Hasil 
1.Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas di panti sosial Tresna Werdha selama 2 minggu diharapkan :
1. Meningkatkan kebersihan perorangan pada lansia.
2. Meningkatkan kebersihan lingkungan di tiap-tiap wisma.
3. Menurunkan resiko penurunan derajat kesehatan pada lansia. 1. Lansia dapat menerapkan personal hygiene secara mandiri.
2. Lansia dapat memenuhi kebersihan lingkungan di setiap wisma secara mandiri.
Penurunan  derajat kesehatan pada lansia dapat berkurang secara bertahap.
Lansia dapat terhindar dari resiko penularan penyakit. 1. Membe-rikan penyu-luhan keseha-tan tentang personal hygiene.
2. Musya-warah dengan petugas panti tentang jadwal latihan personal hygiene.


Jum’at,14 Desember 2012 / 09.00 WIB Aula Panti Sosial Tresna Werdha Ka.Sie Unit Pelayanan Soial Pandaan dan Mahasiswa Para Lansia di Panti Tresna Werdha 1. Ham-pir semua kegiatan berja-lan sesuai rencana yang telah dibuat
2. Da-lam setiap kegiatan para lansia me-nang-gapi de-ngan antusias.
3. Da-lam setiap kegiatan terda-pat dalam bebe-rapa ham-batan dari lansia seper-ti, penu-runan pendenga-ran, pendidikan yang ren-dah dan lansia terse-but terjadi penu-runan daya ingat sehingga informasi yang diberikan ku-rang bisa diterima oleh para lansia 1. Terjadi pening-katan kebersihan pero-rangan pada lansia.
2. Terjadi pening-katan keber-sihan ling-kungan dise-tiap wisma binaan.
2. Risiko penurunan derajat kesehatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas selama 2 minggu di panti sosial Tresna Werdha diharapkan:
1. Meningkat-nya kesadaran mengikuti kegiatan senam tera.
2. Meningkat-kan pola hidup sehat pada lansia. 1. Lansia dapat mengikuti kegiatan senam tera sesuai jadwal kegiatan.
2. Melakukan kegiatan jalan pagi disekitar panti.
3. Kebiasaan merokok beberapa lansia berkurang.
4. Pola makan lansia teratur 1. Musya-warah dengan petugas panti tentang jadwal makan dan latihan senam tera.
2. Memberikan motivasi pada para lansia agar melaku-kan senam tera.
3. Membe-rikan pendidi-kan keseha-tan tentang kerugian merokok kepada para lansia Jum’at, 14 Desember 2012/ 09.00 WIB Halaman Panti Sosial Tresna Werdha Ka. Sie Unit Pelayanan Sosial Pandaan dan Mahasiswa Para Lansia di Panti Tresna Werdha 1. Ham-pir semua kegiatan berja-lan sesuai renca-na yang telah dibuat
2. Da-lam setiap kegiatan para lansia me-nanggapi de-ngan antu-sias.
3. Da-lam setiap kegiatan terda-pat dalam bebe-rapa ham-batan dari lansia seper-ti, penu-runan pendengar-an, pendi-dikan yang ren-dah dan lansia terse-but terjadi penu-runan daya ingat sehingga infor-masi yang diberikan ku-rang bisa diteri-ma oleh para lansia Terjadi peningkatan derajat kesehatan pada lansia.

3.8 POA (Planning Of Action)
No Nama Kegiatan Waktu/Tempat Penanggung Jawab dr mhsw PJ dari Pok Sus Sumber Dana
1 Penyuluhan tentang Personal Hygiene Jum’at 14 Desember 2012/ Aula Panti Sosial Tresna Werdha. Ghora Ibu Anik Dana dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
2 Senam Tera Sabtu, 15 Desember 2012/ Halaman Panti Sosial Tresna Werdha Heni Ibu Anik Dana dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

3.9 Implementasi
1. Penyuluhan 
Penyuluhan tentang Personal Hygiene dilakukan pada:
Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Desember 2012
Tempat : Aula Panti social tresna werdha
Waktu : Pukul 09.00 WIB
Sasaran : Seluruh lansia penghuni Panti Sosial Tresna Werdha
Yang dihadiri oleh lansia di Panti Sosial Tresna Werdha serta pemaparan oleh mahasiswa, dalam penyuluhan ini terdapat beberapa fase, yaitu :
a. Fase pembukaan
Pada fase ini dimulai denagn  salam , perkenalan, validasi, serta penjelasan tujuan dari penyuluhan yaitu tentang personal hygiene.
b. Fase penyampaian materi
1. Pada fase ini mahasiswa menyampaikan materi penyuluhan mulai dari pengertian dari personal hygiene, serta faktor-faktornya kebutuhan kebersihan dan fungsi kulit, kebutuhan kebeersihan rambut dan pemeliharaan rambut, memasang kap kutu, kebutuhan gigi dan mulut.
2. Selama materi penyuluhan peserta sangat antusias mendengarkan dan memperhatikan.
c. Fase penutup
1. Pada fase ini terdiri dari tanya jawab antara lansia dan mahasiswa.
2. Penyuluh menjawab pertanyaan dari peserta.
3. Penyuluh menyimpulkan materi penyuluhan.
4. Penyuluh mengucapkan salam dan mengucapkan terima kasih.

2. Senam Tera
Kegiatan Senam Tera dilakukan pada:
Hari/Tanggal : Sabtu, 15 Desember 2012
Tempat : Halaman Panti social tresna werdha
Waktu : Pukul 07.00 WIB
Sasaran : Seluruh lansia penghuni Panti Sosial Tresna Werdha
Yang dikuti oleh lansia di panti sosial Tresna Werdha serta pemaparan oleh mahasiswa, dalam penyuluhan ini terdapat beberapa fase, yaitu:
d. Fase pembukaan
Pada fase ini dimulai dengan  salam , perkenalan, validasi, serta penjelasan tujuan dari senam tera. 
e. Fase penyampaian materi
1. Pada fase ini mahasiswa memperagakan senam Tera.
2. Selama senam peserta sangat antusias menggerakkan badannya.
f. Fase penutup
Mahasiswa mengucapkan salam dan terima kasih.





















BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan observasi, menunjukkan bahwa lansia di wisma Kemuning, Seruni, Cendana dan Anggrek tingkat perilaku hidup sehat pada khususnya personal hygiene atau kebersihan perorangan serta lingkungan tempat tinggal (kamar atau wisma) masih kurang memenuhi standart kesehatan. Jumlah klien di wisma Kemuning, Seruni, Cendana dan Anggrek sebanyak 36 lansia. Status personal hygiene kurang memenuhi standart kesehatan sekitar 43 %, dan personal hygiene cukup baik sebanyak 57% dari keseluruhan jumlah lansia di 4 wisma. Sedangkan, lingkungan wisma yang kurang bersih dari ke empat wisma tersebut sebanyak 75 % dan hanya 25 % yang kebersihan lingkungannya cukup baik. Dengan demikian, maka hal tersebut perlu perhatian khusus karena dapat berdampak kurang baik pada lansia di kemudian hari.
Dari hasil yang telah dicapai, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan, perilaku hidup sehat, kemauan dan kesadaran diri dari para lansia maka mahasiswa bersama petugas panti dan para ansia turut berperan aktif dalam mengatasi masalah personal hygiene pada lansia.

4.2 Saran
Sesuai dengan kesimpulan, kelompok menganjurkan saran yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan para lansia khususnya di wisma Kemuning, Seruni, Cendana dan Anggrek dan ruang isolasi Cempaka dan Flamboyan dapat terwujud :
1. Pembinaan yang berkesinambungan dari petugas kesehatan panti sangat diperlukan untuk memotivasi lansia memelihara dan meningkatkan status kesehatan khususnya melalui petugas yang ada dalam setiap wisma dan perlu peningkatan kesehatan lingkungan.
2. Rencana tindak lanjut yang perlu di buat bersama lansia dan perlu di pantau dalam pelaksanaan dan hasilnya secara terus-menerus oleh petugas Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan.
3. Setiap lansia di wisma diharapkan dapat memahami permasalahan kesehatan yang ada sekaligus melalui upaya-upaya kesehatan oleh lansia maupun dengan bantuan pelayanan yang baik.
4. Pelayanan yang ada terus-menerus untuk melakukan penyuluhan kesehatan dan lingkungan pada lansia baik secara formal maupun secara informal untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan.






















DAFTAR PUSTAKA


Anderson, Elizabeth T. dan Judith McFarlane. Buku Ajar Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ekasari, Mia Fatma, dkk. 2006. Panduan Pengalaman Belajar Lapangan: Keperawatan Keluarga, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC.
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.



















FORMAT KUESIONER WAWANCARA 

Tanggal pengumpulan data : Wisma :
I. Data Demografi
1. Nama :
2. Tempat dan tanggal lahir :
3. Pendidikan terakhir :
4. Agama :
5. Status perkawinan :
6. Tinggi badan / Berat badan :
7. Penampilan umum :
8. Ciri-ciri tubuh :
9. Orang yang dapat dihubungi :
10. Hubungan dengan klien :
11. Alamat :

II. Kebiasaan Sehari-Hari
1. Makan…./hari
1x 2x 3x
2. Minum…./hari
1-2x 3-4x >5x

3. Mandi…./hari
1x 2x 3x

4. Keramas…./minggu
Tidak 1x 2x 3x

5. Gosok gigi…./hari
Tidak 1x 2x 3/lebih

6. Memotong kuku…./minggu
Tidak 1x

7. Ganti pakaian…./hari
Tidak Ya Ket : 1x 2/lebih

8. Mencuci pakaian….
Tidak Ya Ket : Setiap hari

2-3 hari
1 minggu
9. Berhias….
Tidak Ya

III. Pola Aktivitas
1. Istirahat tidur
Tidur malam : …. Jam (….-…. WIB)
Tidur siang : …. Jam (….-…. WIB)
Jumlah : …. Jam
2. Olah raga…./minggu
Tidak mengikuti mengikuti Ket : 1x       2x
3x
Alasan :  
3. Kegiatan panti
a. Keagamaan Tidak mengikuti Mengikuti
   Alasan :

b. Keterampilan dan kesenian : Tidak mengikuti Mengikuti
   Alasan :


c. Bimbingan sosial Tidak mengikuti Mengikuti
   Alasan :

d. Senam tera Tidak mengikuti Mengikuti
   Alasan :

e. Pertanian Tidak mengikuti Mengikuti
   Alasan :

f. Kebersihan Masjid Tidak mengikuti Mengikuti
   Alasan :
g. Kebersihan Lingkungan Tidak mengikuti Mengikuti
   Alasan :

4. Kebiasaan yang merugikan kesehatan
Tidak Ya Ket : Merokok Alkohol

Dll

5. Membersihkan rumah/kamar/…./hari
Tidak Ya Ket : 1x 2x
Alasan :

6. Membersihkan kamar mandi…./minggu
Tidak Ya Ket : 1x 2x
Alasan :

7. Membersihkan selokan…./minggu
Tidak Ya Ket : 1x 2x