Latihan berfikir kritis
berdasarkan kasus.
1.
Identifikasi
sebab-sebab terjadinya fraktur dan patofisiologinya?
Cedera
traumatic, yang disebabkan oleh Cedera langsung berarti pukulan langsung
terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan yang menyebabkan fraktur
melintang.
Patofisiologi :
Tulang bersifat rapuh
namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A.
Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).
2.
Identifikasi
tanda-tanda fraktur dan termasuk jenis apakah fraktur yang dialami oleh Tn A.
dan apakah yang dilakukan untuk meyakinkan terjadinya fraktur pada Tn A?
·
Tanda-tanda
fraktur
1.
nyeri
tekan dan pembengkaan disekitar bagian fraktur –jika fraktur terbuka , ujung
patahan tulang dapat terlihat dalam luka.
2.
deformitas
,dapat berupa :
a.
angulasi, tidak hanya disebabkan oleh
kekerasan yang menyebabkan nya,tetapi juga oleh otot-otot ekstermitas yang
menarik patahan tulang.
b.
pemendekan,tonus
otot –otot ekstermitas menarik patahan tulang sehingga ujung patahan saling
bertumpuk ,misalnya :otot-ototpaha yang menarik patahan tulang pada fraktur os
femur.
c.
motilitas
abnorma,tempat patah menjadi sendi palsu .bagian ini harus sesedikit mungkin
digerakan karna dikawatirkan kalau terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan
lunak,misalnya pembulu darah dan saraf.
3.
Gangguan
fungsi. Ekstermitas tidak dapat digunakan.
4.
Krepitasi
.rasa gemeretak ketika ujung tulang bergeser.
5.
False
movement (gerakan yang tidak biasa)
6.
Hasil
foto rontgen
·
Jenis
fraktur femur dekstra :
a.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya
dengan mekanisme trauma, Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya
melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b.
Berdasarakan
jenis fraktur termasuk fraktur tertutup, karena fraktur ini kulit tidak
ditembus fragmen tulang sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
c.
Berdasarkan
tingkatan fraktur, termasuk jenis grade I.
3.
Identifikasi
kemungkinan diagnosa yang mungkin dapat muncul pada kasus dan rencana askepnya?
No.
|
Data pasien
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
Ds: klien mengatakan
paha kanannya terasa sangat nyeri.
Do: - klien tampak gelisah, mengerang
dan kesakitan.
-
Hasil inspeksi paha
kanan tampak bengkak
-
Hasil foto rongent tampak patahan tulang paha dengan garis
melintang.
-
TTV melihatkan TD: 140/80 mmHg, Nadi 102X/ menit, RR 28X/
menit, suhu 37,1 C.
|
Trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekuder terhadap fraktur.
|
Nyeri
|
2.
|
Ds: -
Do: Tn. A dilakukan
pemasangan gift untuk mempertahankan posisi fraktur
|
Kerusakan neuromuskular
akibat fraktur
|
Gangguan mobilitas
fisik
|
No.
|
Masalah keperawatan
|
Tujuan dan kriteria
hasil
|
Intrvensi
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri berhubungan
dengan Trauma jaringan dan reflek spasme otot sekuder terhadap fraktur
|
Tujuan: setelah
dilakukan asuhan keperawatan 1x24jam, diharapakan rasa nyeri klien dapat
berkurang.
Kriteria hasil :
1.
Rasa nyeri dapat berkurang.
2.
Pasien dapat melakukan aktifitas seperti biasa tanpa rasa
nyeri.
3.
Menunjukkan keteramoilan relaksasi dan aktifitas
teraupetik sesuai indikasi atau situasi individu.
|
1.
Bina hubungan saling percaya
2.
Kaji rasa nyeri
pasien.
3.
Dorong menggunakan tehnik managemen nyeri, contoh
relaksasi progresif, latian napas dalam, imajinasi visualisasi.
4.
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah
baring, gips, pembebatan dan traksi.
Kolaborasi:
1.
Lakukan kompres dingin/es 24-28jam pertama dan sesuai
keperluan.
2.
Kolaborasi dengan tim medis dan dokter dalam permberian
anagesik sesuai indikasi.
|
1.
Terciptanya hubungan saling percaya anatara perawat,
pasien, dan keluarga pasien.
2.
Untuk mengetahui skala nyeri yang dirasakan pasien.
3.
Dengan mendorong pasien untuk menggunakan teknik managemen
nyeri, diharapkan rasa nyeri pasien berkurang.
4.
Untuk mengurangi rasa nyeri dari proses penyembuhan
pasien.
1.
Dengan dilakukan kompres dingin, diharapkan proses
inflamasi yang terjadi pada area fraktur dapat berkurang.
2.
Analgesik digunaka untuk mengurangi rasa nyeri.
|
2.
|
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular akibat fraktur.
|
Tujuan: setelah
dilakukan asuhan keperawatan 1x24jam, diharapakan klien dapat beraktivitas
kembali.
Kriteria hasil :
1.
Pasien mencapai tingkat mobilitas tertinggi (berpindah
tempat dan beraktivitas).
2.
Pasien mempertahankan kekuatan otot.
3.
Pasien dapat melakukan aktivitas keseharian tanpa hambatan
mobilitas fisik lainnya.
|
1.
Bina hubungan saling percaya
2.
Observasi aktivitas pasien.
3.
Lakukan latihan mobilitas fisik ROM untuk sendi.
4.
Miringkan dan atur posisi setiap 2 jam pada pasien
ditempat tidur.
Kolaborasi:
5.
Kolaborasi dengan tim medis dan dokter dalam permberian ROM.
|
1.
Terciptanya hubungan saling percaya anatara perawat,
pasien, dan keluarga pasien.
2.
Untuk mengetahui mobilitas aktivitas pasien.
3.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur sendi dan atrofi
otot.
4.
Tindakan ini untuk mencegah kerusakan kulit.
5.
Mambantu untuk proses kembali beraktivitas.
|
4.
Bagaimana
penatalaksanaan medis yang harus dilakukan ?
Penatalaksanaan
medis yang dilakukan :
·
Gips
atau bebat :
Sokong
fraktur dengan bantal atau gulungan selimut. Pertahankan posisi netral sinitral
pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan tronkanter,
papan kaki. Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien. Hindari
menggunakan papan abduksi untuk membalik pasien dengan gips spika. Tahap
terakhir, evaluasi pembebat ekstrimitas terhadap resolusi edema.
·
Traksi
:
Pertahankan
integritas atau posisi traksi, yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Minyaki,
control dan periksa tali terhadap tegangan. Amankan dan tutup ikatan dengan
plester perkat. Pertahankan control tidak terhambat dengan beban bebas
menggantung, hindari mengangkat / menghilangkan berat. Bantu meletakkan beban
dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan. Kaji ulang tahanan yang mungkin
timbul karena terapi. Kaji integritas alat fiksasi eksternal.
·
Kolaborasi
: kaji ulang foto / evaluasi. Berikan/ pertahankan stimulate bila digunakan.
·
X.Ray ,
Rontgen.
·
Bone
scans, Tomogram, atau MRI Scans
·
Arteriogram
: dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
·
CCT
kalau banyak kerusakan otot.
5.
Identifikasi
komplikasi-komplikasi apakah yang kemungkinan dapat terjadi ?
Komplikasi
fraktur :
1.
Syok
,perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur pada pendarahan ini dapat hebat
sekali sehingga terjadi syok,misalnya pada fraktur pelvis atau femur.
2.
Nekrosis
avaskuler, fraktur dapat mengganggu aliran darah kesalah satu frakmen tersebut
kemudian mati. Komplikasi ini sering terjadi pada fraktur caput femoris.
3.
Cedera
vaskuler dan saraf . kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang
yang tajam.kerusakan yang diakibatkan dapat menimbulkan iskemia ekstremitas dan
gangguan saraf.
4.
Malunion
. gerakan ujung patahan akibat imobilitas yang jelek dapat menyebabkan malunion
. sebab –sebab lainnya adalah infeksi dan jaringan lunak yang terjepit diantara
frakmen tulang. Ahirnya ujung patahan dapat saling teradaptasi dan membentuk
‘sendi palsu’ dengan sedikit gerakan ( non-union) .
Malunion diatasi
dengan menghilangkan penyebabnya ,yaitu dengan imobilisasi yang benar .
non-union diatasi dengan eksisi ujung patahan dan dilakukan fiksasi
interna.pencangkokan tulang mungkin diperlukan .
5.
Borok
akibat tekanan (“pressure sore”) . akibat gips atau bidai yang memberikan
tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada jaringan super fisial.
6.
Trauma
syaraf
7.
Dapat
timbul embolik lemak setelah patah tulang terutama tulang panjang
Daftar Pustaka:
Rendi, M. Clevo dan Margaret TH. 2012. Asuhan
Keperawatan Medical Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medica
Taylor, Cynthia. M.2010. Diagnosa Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.
Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar